Uroe meugang atau makmeugang adalah hari yang begitu dinanti bagi masyarakat aceh, bagaimana tidak, uroe (hari) meugang merupakan momen yang hanya terjadi tiga kali dalam setahun, yaitu menyambut bulan suci ramadhan, menyambut hari raya idul fitri, dan menyambut hari raya idul adha.
Pada kebiasaanya, meugang ada dua hari, yaitu meugang cut dan makmeugang, meugang cut juga dikenal dengan meugang phon, dan makmeugang hari meugang kedua. sedikit penjelasan meugangcut yaitu meugang yang dilakukan dua hari sebelum bulan puasa atau hari raya, sedangkan makmeugang sehari sebelum hari raya atau puasa
Kondisi Pasar Hari Meugang Ramadhan 2021 |
Pemerhati sejarah Aceh, Tarmizi Abdul Hamid, mengatakan Meugang di Aceh dirayakan selama tiga kali setahun, menjelang Ramadan, menjelang Hari Raya Idul Fitri dan menjelang Hari Raya Idul Adha. Pada saat itu, semua rumah warga Aceh memasak daging sebagai menu makan, tak terkecuali. “Harga mahal pun bukan kendala,” katanya.
Meugang di Aceh juga menumbuhkan rasa sosial dan saling membantu. Orang kaya, lembaga, kantor-kantor biasanya akan menyembelih sapi atau kerbau untuk dibagikan kepada fakir miskin.
Riwayat meugang sejak zaman dulu di Aceh, ditulis peneliti Belanda, C. Snouck Hurgronje dalam bukunya ‘The Achehnese’ yang diterbitkan di Leiden pada 1906. Diebutkan, tiga hari jelang bulan Ramadan, warga Aceh menggelar persiapan-persiapan untuk memastikan bekal makanan saat puasa. Salah satu kebiasaan adalah meugang.
“Muncul kebiasaan adat membeli stok daging di setiap gampong (desa) selama tiga hari pertama sebelum permulaan bulan puasa, masyarakat melakukan pesta daging, dan mengawetkan sisanya dengan garam, cuka dan lain-lain untuk persediaan yang diperkirakan bisa bertahan hingga 15 hari,” tulis Snouck.
Warga Aceh dulunya juga mengelal sistem meuripee (bersama-sama mengumpulkan uang) untuk membeli sapi atau kerbau, untuk disembelih bersama saat meugang. Sebagian daging dibagikan untuk fakir miskin.
Warisan Sultan Iskandar Muda
Dalam sejarah Aceh, meugang pertama kali diperingati saat Sultan Iskandar Muda masih berkuasa memimpin Kesultanan Aceh pada 1607-1636. “Meugang diatur dalam Undang Undang Kerajaan atau disebut Qanun Meukuta Alam Al Asyi,” demikian pernah dikisahkan Badruzzaman Ismail, Sejarawan Aceh.
Kerbau dan sapi dijual di depan Masjid Raya Baiturrahman, Koetaradja (Banda Aceh-sekarang), untuk disembelih di hari meugang, masa kolonial Belanda, 1906. Foto: Wikipedia/ Tropenmuseum |
Saat itu, Aceh dalam kemajuan dan kemakmuran yang dikenal dan diakui negara luar. Sultan Iskandar Muda memerintahkan para Peutua Gampong untuk mendata seberapa banyak warga miskin. Mereka kemudian mendapat jatah daging dari kerajaan, wujud kepedulian Sultan kepada rakyat. Perintah itu kemudian dituangkan dalam aturan hukum.
Kebiasaan terus berlanjut, tahun-tahun selanjutnya berhasil memancing para Ulee Balang dan orang kaya untuk membagi daging di hari meugang. Jatah daging untuk fakir miskin semakin bertambah, kepedulian sesama yang terus terjaga sampai masa perang melawan penjajahan.
Belanda memaklumatkan perang terhadap Aceh 1873, kerajaan tak mampu lagi mengelola meugang, tapi tradisi itu terus berjalan di gampong-gampong. Warga tetap menjalankan kebiasaan itu, yang miskin mendapat bantuan dari yang kaya.
Kata Badruzzaman, meugang bukan sekadar soal makanan. Ada sektor ekonomi yang tumbuh di sana, dimulai dari bergairahnya peternak lembu dan kerbau, sampai pedagang di pasar yang ramai berjualan membuat transaksi ekonomi berjalan sampai lebaran tiba. Daging yang dijual di Aceh pada saat meugang, semuanya produk lokal yang terjamin mutu.
Tradisi ini sarat filosofi, membangun rasa sosial saling berbagi. Sampai kini, orang Aceh masih menjaga meugang, menjaga titah Sultan.
"Jak beurangkahoe jeut, makmeugang beuna di rumoh" adalah sebuah ungkapan pentingnya meugang bagi masyarakat aceh, sejauh apapun engkau merantau, usahakan makmeugang harus ada di rumah, selain daripada tradisi warisan Sultan, meugang adalah momen berkumpul dengan keluarga dihari besar islam bagi masyarakat Aceh
Editor : Qasimil Junaidi
Sumber: https://kumparan.com/acehkini/jejak-tradisi-meugang-di-aceh-berawal-dari-titah-sultan-iskandar-muda-1vXOsXPVKNH/full
Posting Komentar